Keamanan pangan
merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi
oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan
dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri
pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar
mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Keamanan pangan
bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu.
Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan
termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan
manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman
dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.
Keamanan pangan
selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik perdagangan nasional
maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan
pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya dalam
perdagangan dunia. Dalam modul ini akan dibahas berbagai aturan yang melingkupi
aspek keamanan pangan, analisis bahaya keamanan pangan dan berbagai peluang
untuk menguranginya.
Lebih dari 90%
terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne
diseases) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit
tipus, disentri bakteri/amuba, botulism, dan intoksikasi bakteri lainnya, serta
hepatitis A dan trichinellosis.
Foodborne
disease lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta
dikenal dengan istilah keracunan makanan. WHO mendefinisikannya sebagai
penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang
masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.
Foodborne
disease baik yang disebabkan oleh mikroba maupun penyebab lain di
negara berkembang sangat bervariasi. Penyebab tersebut meliputi bakteri,
parasit, virus, ganggang air tawar maupun air laut, racun mikrobial, dan toksin
fauna, terutama marine fauna. Komplikasi, kadar, gejala dan waktu lamanya sakit
juga sangat bervariasi tergantung penyebabnya.
Patogen utama
dalam pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureusserta
toksin yang diproduksinya, Bacillus cereus, serta Clostridium
perfringens. Di samping itu muncul jenis patogen yang semakin popular
sepertiCampylobacter sp, Helicobacter sp, Vibrio urinificus, Listeria
monocytogenes, Yersinia enterocolitica, sedang lainnya secara rutin tidak
dimonitor dan dievaluasi. Jenis patogen tertentu seperti kolera thypoid
biasanya dianalisa dan diisolasi oleh laboratorium kedokteran.
Patogen yang
dianggap memiliki penyebaran yang luas adalah yang menyebabkan penyakit
salmonellosis, cholera, penyakit parasitik, enteroviruses. Sedangkan yang
memiliki penyebaran sedang adalah toksin ganggang, dan yang memiliki penyebaran
terbatas adalah S.aureus, B.cereus, C. perfringens, dan Botulism.
Sebagian besar
pemerintah berbagai negara di dunia menggunakan deretan usaha atau langkah
pengendalian kontaminan pangan melalui inspeksi, registrasi, analisa produk
akhir, untuk menentukan apakah suatu perusahaan pangan memproduksi produk
pangan yang aman.
Masalah utama
yang dihadapi adalah tingginya biaya yang diperlukan untuk menanggulangi
masalah yang dihadapi dalam melakukan pengendalian. Salah satu sistem baru bagi
penjaminan (assuring) keamanan pangan disampaikan tahun 1971 dalam suatu National
Conference on Food Protection dengan judul “The Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) System”.
HACCP adalah
suatu sistem yang dianggap rasional dan efektif dalam penjaminan keamanan
pangan dari sejak dipanen sampai dikonsumsi. HACCP adalah suatu sistem yang
mampu mengidentifikasi hazard (ancaman) yang spesifik seperti
misalnya, biologi, kimia, serta sifat fisik yang merugikan yang dapat
berpengaruh terhadap keamanan pangan dan dilengkapi dengan langkah-langkah
pencegahan untuk mengendalikan ancaman (hazard) tersebut.
Pangan tradisional pada umumnya
memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau
mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali
terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan,
belum diterapkannnya paraktek sanitasi dan higiene yang memadai, dan kurangnya
kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional.
Keamanan pangan
Seiring dengan meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi,
mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh
produsen dan konsumen. Berdasarkan UU Pangan No. 7 tahun 1996, keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.
Pangan yang aman adalah pangan yang
tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya
fisik.
Bahaya biologis atau mikrobiologis
terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang
dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan
infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat
menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia
dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi dimana toksin sudah
terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga merupakan keadaan yang
lebih berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan sebelum
disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan
keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam makanan.
Adanya virus dan protozoa dalam
makanan atau bahan pangan masih belum banyak yang diteliti dan diidentifikasi.
Namun informasi tentang virus hepatitis A dan protozoa Entamoeba
hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui
terdapat pada hasil-hasil peternakan, misalnya Fasciola hepatica yang
ditemukan pada daging atau hati sapi. Adanya cemaran cacing tersebut akan mengakibatkan
infeksi pada manusia jika mengkonsumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak
dengan baik.
Bahaya kimia pada umunya disebabkan
oleh adanya bahan kimia yang dapat menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan
kimia penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg).
Cemaran-cemaran tersebut berasal dari cemaran industri, residu pestisida,
hormon, dan antibiotika. Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan
perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia.
Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp.,
dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin,
okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.
Bahaya fisik terdiri potongan kayu,
batu, logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang
tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah
makanan. Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit
atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier bakteri-bakteri
patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan
dikonsumsi.
Keamanan mikrobiologis pangan
tradisional
Walaupun dalam jumlah terbatas
informasi-informasi keberadaan bakteri dalam pangan tradisional, namun
diketahui bahwa sayuran sebagai sumber serat yang sangat baik ternyata
mengandung jumlah cemaran bakteri dalam jumlah yang tinggi. Menurut hemat
penulis, merupakan kebiasaan yang kurang baik sebagian masyarakat kita yang
mengkonsumsi makanan mentah. Tindakan preventif berupa pencucian yang
dilanjutkan dengan pemanasan (memasak sampai matang) merupakan beberapa
kebiasaan positif yang perlu ditingkatkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
atau menurunkan jumlah cemaran bakteri sehingga dapat mengurangi terjadinya
bahaya biologis atau mikrobiologis.
Salah satu pangan tradisional yang
telah juga diketahui sbagai pangan fungsional yang sejak jaman dahulu telah
lama dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah minuman jamu. Minuman jamu dapat
dibuat dan disajikan secara sederhana di tingkat rumah tangga yang kemudian
dijual sebagai “jamu gendong”. Pada umumnya proses penyiapan jamu ini
menggunakan peralatan sederhana dan tingkat sanitasi dan higiene yang kurang
memadai. Hal ini masih ditambah lagi dengan rendahnya tingkat sanitasi
penggunaan peralatan maupun kemasan selama proses penyiapan jamu tersebut.
Proses penyiapan “jamu gendong” yang seadanya tersebut merupakan faktor
penyebab turunnya mutu jamu yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat berdampak terhadap
mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan.
Upaya preventif
Hal penting yang harus diperhatikan
dalam penyiapan makanan tradisional yang berkaitan dengan proses penyiapannya
adalah penerapan prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB), meskipun
dengan cara-cara yang sederhana.
Pertama, memperhatikan masalah sanitasi dan
higiene. Kebersihan pada setiap tahapan proses pengolahan, yang dimulai dari
persiapan dan penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan,
dan pasca pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan
tradisional merupakan langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya
infeksi dan intoksikasi. Selain itu usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang antara bahan baku yang belum diolah dengan bahan jadi juga
merupakan upaya preventif yang harus dilakukan.
Kedua, memanfaatkan secara maksimal sifat
sinergisme antara bahan-bahan penyusun makanan tradisional yang dikombinasikan
dengan penambahan asam untuk menurunkan pH (keasaman) produk. Seperti kita
ketahui bahwa kunyit, jahe, lengkuas, dan bahan-bahan lainnya merupakan pangan
tradisional yang diketahui mempunyai efek antibakteri atau antimikroba. Selain
itu, sifat sinergisme ini juga merupakan usaha untuk menghindarkan penggunaan
pengawet kimia.
Ketiga, upaya pelayanan purna jual yang
diberikan kepada konsumen, dengan cara penulisan label pada kemasan makanan.
Penulisan informasi tentang batas akhir penggunaan makanan (kadaluarsa),
komposisi gizi penyusun makanan tradisional, komposisi zat gizi yang
terkandung, bahan pengawet yang digunakan, informasi kehalalan, dan nama
perusahaan atau industri rumah tangga yang memproduksi. Langkah ini merupakan
suatu jaminan mutu kepada konsumen tentang produk yang akan kita pasarkan.
Jaminan
Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point). Sektor pertanian merupakan sektor penting yang
masih harus dikembangkan serta membutuhkan penanganan serius guna menunjang
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang
bebas dan kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus
benar-benar dapat menarik minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan
terhadap pelaku agribisnis bahwa di dalam produk yang akan dipasarkan haruslah
terdapat unsur jaminan kepastian mutu.
Jaminan mutu
dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen,
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh
parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan
atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman,
maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa
dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan, pengawasan
produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu secara total.
Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya
keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari
laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan
baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan
menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu langkah
yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar
bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite Standar
Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang telah diakui secara
internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan
mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku hingga
produk akhir.
0 komentar:
Posting Komentar